Upacara Sekaten
Upacara Sekaten : Tradisi Memperingati Maulid Nabi Muhammad

Upacara Sekaten : Tradisi Memperingati Maulid Nabi Muhammad

Upacara Sekaten : Tradisi Memperingati Maulid Nabi Muhammad

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Upacara Sekaten
Upacara Sekaten : Tradisi Memperingati Maulid Nabi Muhammad

Upacara Sekaten Adalah Salah Satu Tradisi Budaya Dan Keagamaan Penting Di Jawa, Khususnya Di Keraton Yogyakarta Dan Keraton Surakarta. Tradisi ini memiliki akar historis yang panjang dan erat kaitannya dengan penyebaran agama Islam di Jawa. Sehingga sekaten di adakan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, atau hari kelahiran Nabi, yang jatuh pada bulan Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah. Oleh sebab itu upacara ini juga menjadi simbolisasi harmoni antara budaya Jawa dan agama Islam. Serta bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai religius dan budaya dalam masyarakat.

Tradisi ini di yakini di mulai pada masa Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa, yang didirikan pada abad ke-15. Pada masa itu, Sunan Kalijaga, salah satu Walisongo, menggunakan upacara ini. Sebagai sarana untuk menyebarkan Islam kepada masyarakat Jawa yang masih memegang kuat ajaran Hindu Buddha. Maka melalui pendekatan budaya, Upacara Sekaten di adakan dengan menampilkan pertunjukan gamelan untuk menarik perhatian masyarakat agar datang ke alun-alun keratin. Yang kemudian di lanjutkan dengan ceramah agama. Oleh karena itu nama “Sekaten” sendiri di percaya berasal dari kata “Syahadatain”, yang mengacu pada dua kalimat syahadat.

Dengan pengakuan dan kesaksian keimanan kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu dengan adanya upacara ini, di harapkan masyarakat yang mengikuti prosesi Sekaten akan tertarik dan memeluk agama Islam. Maka tradisi ini di laksanakan dalam serangkaian prosesi yang biasanya berlangsung selama tujuh hari. Di mulai dari tanggal 5 hingga 12 Rabiul Awal. Upacara di mulai dengan penabuhan gamelan Sekati, yang terdiri dari dua set gamelan bernama Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari Upacara Sekaten.

Upacara Sekaten Di Adakan Untuk Memperingati Maulid Nabi

Karena gamelan ini di tabuh secara bergantian di Masjid Agung selama tujuh hari. Sehingga masyarakat percaya bahwa mendengarkan gamelan Sekati akan membawa berkah. Di sekitar alun-alun keraton, biasanya di adakan pasar malam yang menjual berbagai macam makanan, mainan, dan pernak-pernik. Oleh sebab itu pasar malam ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dari berbagai kalangan dan usia. Dan puncak acara Sekaten adalah prosesi Grebeg Maulud yang di adakan pada tanggal 12 Rabiul Awal. Maka dalam prosesi ini, Keraton mengeluarkan gunungan, yaitu susunan hasil bumi berbentuk kerucut yang di arak dari dalam keraton menuju Masjid Agung.

Gunungan ini merupakan simbolisasi rasa syukur atas karunia Tuhan dan biasanya menjadi rebutan masyarakat karena di percaya dapat membawa berkah. Maka makna filosofis dan keagamaan dalam upacara Sekaten sangatlah mendalam. Karena mencerminkan perpaduan antara tradisi lokal Jawa dan ajaran Islam. Salah satu makna utama dari upacara ini adalah sebagai bentuk penghormatan dan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Upacara Sekaten Di Adakan Untuk Memperingati Maulid Nabi. Yaitu hari kelahiran beliau, sebagai penghormatan atas ajaran dan teladan hidupnya yang menjadi pedoman bagi umat Islam.

Dengan memperingati Maulid Nabi, masyarakat di ajak untuk mengenang kebajikan, kesederhanaan. Serta kepemimpinan Nabi Muhammad yang menjadi contoh bagi kehidupan sehari hari. Karena kata “Sekaten” di yakini berasal dari kata “Syahadatain,” yang berarti dua kalimat syahadat dalam Islam. Oleh sebab itu melalui prosesi Sekaten, masyarakat di ingatkan kembali akan pentingnya pengakuan terhadap keesaan Allah dan kenabian Muhammad SAW. Sehingga pada masa awal, tradisi ini memang di rancang oleh para Walisongo. Terutama Sunan Kalijaga, untuk memperkenalkan ajaran Islam secara halus kepada masyarakat Jawa.

Mencerminkan Harmoni Antara Ajaran Agama Islam Dan Budaya Jawa

Upacara ini bertujuan untuk menyampaikan ajaran syahadat dan pengenalan nilai-nilai Islam melalui pendekatan budaya. Karena prosesi Sekaten Mencerminkan Harmoni Antara Ajaran Agama Islam Dan Budaya Jawa. Meskipun berlandaskan agama Islam, pelaksanaan upacara ini di kemas dalam bentuk yang akrab dengan budaya masyarakat Jawa. Seperti penggunaan gamelan dan tradisi pasar malam. Maka melalui penyesuaian ini, Sekaten menunjukkan bagaimana Islam dapat berkembang tanpa meniadakan identitas budaya lokal. Hal ini mengajarkan nilai inklusivitas, yaitu bahwa Islam dapat di terima dan di sebarluaskan dengan tetap menghargai kebudayaan yang ada.

Gunungan dalam prosesi Grebeg Maulud adalah simbol dari kesejahteraan dan kemakmuran yang di berikan oleh Tuhan. Oleh karena itu gunungan yang terbuat dari hasil bumi seperti sayuran, buah buahan, dan beras. Hal ini melambangkan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan atas rezeki yang di berikan. Maka setelah di arak dari keraton, gunungan ini menjadi rebutan masyarakat yang meyakini bahwa hasil bumi dari gunungan akan membawa keberkahan dan keselamatan. Sehingga prosesi ini mengajarkan pentingnya berbagi, gotong royong, dan kebersamaan, yang menjadi bagian dari ajaran Islam.

Sekaten juga mengingatkan masyarakat akan pentingnya hidup sederhana dan berserah diri kepada Tuhan. Dan prosesi Sekaten, khususnya melalui acara keagamaan di masjid, mengajak masyarakat untuk berdoa, bersyukur, dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk mengedepankan kehidupan yang tidak hanya materialistik, tetapi juga berfokus pada spiritualitas. Oleh sebab itu gamelan yang di tabuh dalam ritual ini, yang di sebut Gamelan Sekati. Sehingga di percaya memiliki kekuatan simbolis yang mampu menyentuh spiritualitas masyarakat.

Musik Gamelan Dalam Konteks Upacara Keagamaan Ini Menjadi Wujud Harmonisasi

Gamelan Sekati terdiri dari dua perangkat yang di namakan Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari. Sehingga alunan gamelan ini mengundang masyarakat untuk berkumpul dan merasakan kebersamaan dalam suasana yang sakral. Oleh sebab itu bagi masyarakat Jawa, Musik Gamelan Dalam Konteks Upacara Keagamaan Ini Menjadi Wujud Harmonisasi. Antara seni budaya dengan nilai spiritual, menumbuhkan rasa damai dan ketenangan. Maka prosesi yang berpusat di Masjid Agung selama Sekaten mengingatkan masyarakat akan pentingnya meningkatkan ketakwaan. Karena ritual ini mengandung pesan moral untuk lebih dekat dengan Tuhan dan mengingat kematian sebagai akhir dari kehidupan duniawi.

Tradisi Sekaten bertujuan untuk mengajak umat Islam memperbaiki amal ibadah dan meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah. Maka tradisi ini tidak hanya memiliki makna religius dan filosofis bagi masyarakat Jawa. Tetapi juga menjadi daya tarik wisata budaya yang unik dan menarik bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Karena berlangsung di Yogyakarta dan Surakarta, upacara ini memadukan unsur spiritualitas, budaya, seni, dan sejarah yang menjadi daya pikat tersendiri. Oleh sebab itu sekaten menawarkan pengalaman wisata budaya yang autentik karena tetap mempertahankan tradisi kuno yang telah di lestarikan secara turun temurun.

Keaslian prosesi-prosesi Sekaten, seperti penabuhan gamelan Sekati, Grebeg Maulud. Dan pembagian gunungan hasil bumi, menjadi pengalaman unik yang tidak dapat di temukan di tempat lain. Maka bagi wisatawan, kesempatan untuk melihat dan ikut serta dalam prosesi ini adalah pengalaman langka yang memperkenalkan mereka pada kebudayaan asli Jawa dan ritual-ritual sakral. Dan selama upacara, berbagai rangkaian acara di selenggarakan, menjadikannya sebuah festival yang meriah dan penuh warna. Di sekitar alun-alun Keraton Yogyakarta maupun Keraton Surakarta, pasar malam besar di buka untuk masyarakat umum Upacara Sekaten.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait